Visi Madrasah
Selasa, 16 Des 2025
  • Membetuk Generasi yang memiliki karakter Spiritual (Agamis), Mandiri & berprestasi, Adaptif terhadap teknologi, Ramah anak, dan Tanggap terhadap lingkungan.
  • Membetuk Generasi yang memiliki karakter Spiritual (Agamis), Mandiri & berprestasi, Adaptif terhadap teknologi, Ramah anak, dan Tanggap terhadap lingkungan.
11 Januari 2025

HUTAN MERAH

Sab, 11 Januari 2025 Dibaca 1132x

( Aas Wiasih )

Matahari bersinar terik di Lampung. Sinarnya terhalang rimbunnya
pepohonan. Burung-burung berkicau seolah sedang menyanyikan lagu untuk
alam. Bunyi riak jernih sungai beradu dengan batu kali berpadu dengan sahutan
dari beberapa penghuni hutan yang lainnya. Inilah tempat tinggal Haci, si anak
tupai yang sekarang tengah asik bermain bersama teman-temannya di sebuah
sungai.
Ketika Haci menyemprotkan air ke arah Momo anak tupai lainnya, ia pun
memekik nyaring. Sampai akhirnya, kegembiraan mereka terpecahkan oleh bunyi
bising dari sebelah utara hutan. Bunyi bising itu bercampur dengan deru sesuatu
yang sama sekali tidak Haci kenal.
“Hei, lihat itu!!”
Semua serentak menghentikan kegiatan mereka dan menengok ke langit
yang ditunjuk Momo. Asap hitam tebal yang membumbung tinggi dari sana. Asap
itu semakin tebal dan terus menebal itu merupakan fenomena aneh yang baru
pertama kali mereka saksikan. Selama ini yang mereka tahu, langit selalu
berwarna biru cerah dengan awan putih.
Keheningan hutan itu kemudian pecah saat Teo tiba-tiba saja datang sambil
memekik nyaring, “Hutan terbakar! Hutan terbakar!”
Semua ikut memakai ketakutan, hutan terbakar! Tempat tinggal mereka
terbakar!
“Haci apa yang kau lakukan?! Cepat pergi!” Momo berteriak sambil
menarik tangan Haci…
Suasana hutan yang tadinya damai tenteram, seketika menjadi neraka bagi
semua hewan. Asap hitam pekat yang mulai menyelimuti seluruh hutan ini. Suhu
udara mulai panas, membuat para hewan makin berteriak nyaring.
Haci panik bukan main sambil mengikuti langkah Momo, matanya
bergerak ke sana kemari, mencari sosok ibunya.
“Momo, di mana ibuku?” Tanya Haci
6
“Ibu……. Ibumu…..” Momo tidak bisa menjawab karena sama-sama tidak
tahu di mana ibu Haci berada.
“Aku harus kembali ke sarang!” Haci melepaskan genggaman tangannya
dari Momo, lalu berbalik untuk kembali ke sarangnya.
Namun, sebelum Haci melancarkan niatnya itu, Momo sudah menarik
kembali tangannya. “Ibumu pasti sudah berada di depan. Bersama Tupai dewasa
lainnya”.
Haci menghiraukan ucapan Momo, lalu kembali meloloskan tangannya
dan berlari sekuat mungkin menuju sarangnya.
“Haci!” Momo berteriak di belakangnya.
Haci sampai di dekat sarangnya berada dengan nafas terengah ia langsung
membelalakkan mata begitu melihat sosok ibunya sedang bersusah payah keluar
dari sarang yang pohonnya sudah tumbang.
“Ibu!” Teriak Haci sekuat tenaga.
“Sedang apa kamu?! Cepat pergi dari sini!” Teriak ibu Haci sambil
menggerakkan tangannya, menyuruh Haci menjauh dari tempat ini.
“Tidak! Aku tidak akan mau!” Balas haci keras kepala, kenapa ibunya
masih bisa berkata seperti itu? Padahal jelas-jelas ia dalam keadaan terjebak api.
“Cepat pergi Haci!”
“Haci ayo pergi!” Tiba-tiba saja Momo datang ke tempatnya dan langsung
menarik tangan Haci.
“Tidak mau!” Haci menyentak tangan Momo keras. “Ibu! Aku akan
menyelamatkanmu!”
“Jangan, Haci!” Bentak Momo.
Krak! Braak!
“IBU!! IBU!! Haci terus meraung memanggil ibunya. Pohon yang sedang
terbakar itu jatuh dan kemudian menimpa tubuh payah ibu haji.
“Ayo. Haci, kita harus pergi” lirih Momo sambil menarik Haci.
Sekali lagi Haci menoleh ke belakang saat dirinya sudah cukup jauh dari
sarangnya. Tidak ada lagi hutan hijau dengan tumbuhan rindang di sekitarnya.
Hutan hijau yang selalu ia kagumi sudah berubah menjadi hutan merah yang
sangat panas.

Artikel Lainnya

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

Flag Counter