By Mamat
Inilah ciri khas pendidikan Islam. Pendidikan yang beradab. Para pengajar dan pelajar haruslah menjahui perbuatan maksiat. Karena kemaksiatan dapat menghalangi merasuknya ilmu ke dalam qolbu.
Perhatikan baik-baik syi’ir gubahan Imam Syafi’I berikut ini,
شَكَوْتُ إِلَىْ وَكِيْـعٍ سُوْءَ حِفْظِيْ فَأَرْشَـدَ نِيْ إِلَىْ تَـرْكِ اْلمَعَـاصِيْ
وقَالَ: اعْلَمْ بِأَنَّ الْعِلْمَ نُـــــوْرٌ وَفَضْلُ اللهِ لاَ يُؤْتاَهُ عَـاصِ
Aku mengadu kepada guruku bernama Waqi’, tentang jeleknya hafalanku, maka ia memberikan petunjuk kepadaku agar meninggalkan kemaksiatan. Karena sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya Alloh itu tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat”
Simaklah juga nasihat Imam Malik kepada Imam Syafi’i:
إِنِيْ أرى اللهَ قَـدْ جَعَلَ فِيْ قَلْـبِكَ نُوْراً فَلاَ تُطْـفِئْهُ بِظُلْـمَةِ مَعْصِيَةٍ
“Sesungguhnya aku melihat pada hatimu pancaran cahaya, maka jangan engkau redupkan cahaya itu dengan gelapnya kemaksiatan.”
Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar kamu. (HR. Ath-Thabrani)
Termasuk dalam arti memuliakan ilmu adalah memuliakan guru, kitab (buku), dan teman belajar. Bagaimana cara memuliakan guru? Menurut Syeikh az-Zarnujiz, cara memuliakan guru adalah dengan melakukan hal-hal yang menyebabkan beliau ridlo dan menghindari hal-hal yang menyebabkan beliau tidak enak hati. Contoh; bertutur kata yang sopan dan membantu beliau menyelesaikan urusan beliau.
Selain itu kita juga dianjurkan untuk memuliakan kitab. Misalnya dengan menyampuli kitab agar awet, menulis dengan tulisan yang bagus, dan menempatkan kitab di tempat yang terhormat, tidak seenaknya saja. Sementara memuliakan teman belajar bisa dilakukan dengan bersikap lemah lembut terhadap mereka, menerima kekurangan mereka, dan memuji kelebihan mereka.
Sebagai pelajar, kita hendaknya tidak malu dan tidak sombong dalam belajar. Malu dan sombong adalah penghalang bagi kita untuk memperoleh ilmu.
Sayyidah Aisyah rodliyallohu ‘anha pernah berkata tentang sifat malu para wanita Anshor:
“Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Rasa malu tidak menghalangi mereka untuk memperdalam ilmu agama” (HR. Bukhari)
Wanita-wanita anshor dikenal memiliki rasa malu yang tinggi sebagai cerminan keimanan mereka. Namun begitu, rasa malu yang tinggi tersebut tidak menghalangi mereka untuk menuntut ilmu. Artinya, mereka tidak malu bertanya untuk hal-hal yang mereka belum ketahui kejelasannya. Sekalipun hal tersebut berkaitan dengan hal-hal yang bersifat pribadi. Contohnya; bagaimana cara membersihkan darah haidl dan lain sebagainya.
Sebagai pembelajar kita tidak boleh malu dalam bertanya tentang hal-hal yang kita belum paham. Kita tidak perlu malu dan tidak perlu kawatir bahwa orang lain akan mengatai kita, “seperti itu aja gak ngerti”. Malu bertanya seperti itu hanya akan menghalangi kita dari kesempatan mendapatkan ilmu dari para ahli ilmu.
Sementara mengenai larangan sombong, Allah SWT. jelaskan dalam Surat al-Baqarah ayat 34:
“Dan ingatlah ketika kami berfirman kepada para malaikat : Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia enggan dan takabbur dan adalah ia termasuk golongan orang–orang yang kafir”.
Sifat sombong menyebabkan seseorang merasa lebih baik daripada yang lain. Ia cenderung merendahkan orang lain. Hal tersebut mengakibatkan ia seringkali menolak kebenaran yang sesungguhnya ia sudah sadari.
“Sombong itu adalah, menolak kebenaran dan merendahkan manusia.”(HR. Muslim dari sahabat Ibn Mas’ud ra)
Jika sifat sombong ini berada dalam diri seseorang, tentu orang tersebut akan kesulitan mendapatkan tambahan ilmu. Na’udzu billahi min dzalik.
“Ilmu yang tak diamalkan laksana pohon tak berbuah”
Buahnya ilmu adalah amal. Tentu rugilah kita jika sudah tahu kebaikan tapi tidak mengamalkannya.
Sungguh sangat bagus ucapan Al-Fudhail Bin ‘Iyadh :
“Seorang alim tetap dikatakan jahil sebelum ia mengamalkan ilmunya, jika ia mengamalkannya maka barulah ia dikatakan seorang alim.”
Abdullah bin Mubarak berkata, “Orang yang berakal adalah, seseorang yang tidak melulu berpikir untuk menambah ilmu, sebelum dia berusaha mengamalkan apa yang telah dia miliki, Maka dia menuntut ilmu untuk diamalkan, karena ilmu dicari untuk diamalkan”.
Selain itu kita juga hendaknya menyebarluaskan ilmu yang telah kita peroleh dengan mengajarkannya kepada orang lain, baik secara langsung maupun melalui media seperi tulisan. Semoga saja ilmu yang kita ajarkan tersebut dapat menjadi amal ibadah yang pahalanya terus mengalir walaupun kita sudah meninggal dunia kelak. Kita tentu masih ingat hadits terkenal tentang amal yang pahalanya terus mengalir walaupun kita sudah meninggal dunia, yaitu, shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholih yang mendoakan orang tuanya. (HR. Imam Muslim)
Perhatikan dengan seksama hadits dari nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam berikut ini,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Siapa orang yang menunjukkan kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melakukkannya” (HR. Tirmidzi dari sahabat Abi Mas’ud ra).
Saudaraku yang dicintai Alloh ta’ala, mari kita memahami dan mengamalkan adab-adab dalam belajar ini. Semoga dengan mengamalkan adab-adab dalam belajar ini kita dapat memperoleh ilmu yang manfaat dan barokah. Amin.
Tinggalkan Komentar