Visi Madrasah
Selasa, 16 Des 2025
  • Membetuk Generasi yang memiliki karakter Spiritual (Agamis), Mandiri & berprestasi, Adaptif terhadap teknologi, Ramah anak, dan Tanggap terhadap lingkungan.
  • Membetuk Generasi yang memiliki karakter Spiritual (Agamis), Mandiri & berprestasi, Adaptif terhadap teknologi, Ramah anak, dan Tanggap terhadap lingkungan.
1 Februari 2025

Kesatuan Bangsa

Sab, 1 Februari 2025 Dibaca 165x

By Mamat

Shalawat beriringkan salam kita doakan kepada Allah semoga disampaikan kepada jujungan alam putra Abdullah sijantung hati Aminah intannya kota Makkah dan mutiaranya kota Madinah yang mana beliau telah berhasil menancapkan panji-panji kebenaran, obor-obor kemenangan dipersada dunia yang berlandaskan ajaran islam.

Keberagaman dalam satu negara bukan penghalang untuk memajukan suatu negara, kemajuan atau kemunduran suatu Negara sanagat tergantung persatuan dan kesatuan bangsanya, bangsa yang makmur adalah bangsa yang bersatu sedangkan bangsa yang hancur adalah bangsa yang berseteru.

Kita patut berbangga bahwa negara kita ini, adalah Negara yang kaya raya akan agama, suku, dan bahasa. Tapi yang perlu kita ingat hadirin….seharusnya perbedaan, kemajemukan, dan keragaman tersebut membuat kita lebih kuat dan lebih hebat. Hindari paham Rasisme dan diskriminisme karena paham tersebut merupakan paham yang sangat paradoks dengan kemajemukan.

Sebagaimana dalam surat Al-Hujurat ayat 13

يااَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ ۝

Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa) dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kulit bukan untuk saling mencemoohkan, tetapi supaya saling mengenal dan menolong.

Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan, atau kekayaannya karena yang paling mulia di antara manusia pada sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya. Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu selalu ada sangkut-pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan.

Padahal menurut pandangan Allah, orang yang paling mulia itu adalah orang yang paling takwa kepada-Nya. Diriwayatkan oleh Ibnu hibban dan at-Tirmidhi dari Ibnu ‘Umar bahwa ia berkata: Rasulullah saw melakukan tawaf di atas untanya yang telinganya tidak sempurna (terputus sebagian) pada hari Fath Makkah (Pembebasan Mekah). Lalu beliau menyentuh tiang Ka’bah dengan tongkat yang bengkok ujungnya.

Beliau tidak mendapatkan tempat untuk menderumkan untanya di masjid sehingga unta itu dibawa keluar menuju lembah lalu menderumkannya di sana. Kemudian Rasulullah memuji Allah dan mengagungkan-Nya, kemudian berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah menghilangkan pada kalian keburukan perilaku Jahiliah.

Wahai manusia, sesungguhnya manusia itu ada dua macam: orang yang berbuat kebajikan, bertakwa, dan mulia di sisi Tuhannya. Dan orang yang durhaka, celaka, dan hina di sisi Tuhannya. Kemudian Rasulullah membaca ayat: ya ayyuhan-nas inna khalaqnakum min dhakarin wa untsa¦ Beliau membaca sampai akhir ayat, lalu berkata, “Inilah yang aku katakan, dan aku memohon ampun kepada Allah untukku dan untuk kalian. (Riwayat Ibnu hibban dan at-Tirmidhi dari Ibnu ‘Umar).

Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Mengetahui tentang apa yang tersembunyi dalam jiwa dan pikiran manusia. Pada akhir ayat, Allah menyatakan bahwa Dia Maha Mengetahui tentang segala yang tersembunyi di dalam hati manusia dan mengetahui segala perbuatan mereka.

Ibnu Asy-syakir dalam kitab Mubhamat bersumber dari Abu bakar bin daud menjelaskan bahwa ayat tersebut berkenaan dengan keinginan Rosulullah untuk menikahlan abu hindun dengan kalangan baidhah,dengan sinis bani baidhah berkata : “Ya rasulullah, pantaskah kami menikahkan putri putri kami dengan budak-budak kami?”. Rasulullah belum sempat menjawab kemudian jibril datang menyampaikan surah al hujurat ayat 13 tersebut.

Prof. Dr. H. Muhammad Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah volume 12 halaman 617 menjelaskan kata “TA’ARAFU” diambil dari kata “ARAFA” yang berarti mengenal. Patron ayat tersebut mengandung makna timbal balik, yakninya saling mengenal.

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

Flag Counter